Lovely Nursing

later...

gerontik nursing

we care about you..

perenteral nutrition

nutrisi parenteral perifer dan sentral

lovely nursing

later..

lovely nursing

later..

Minggu, 30 September 2012

Asuhan Keperawatan Paraplegi


 PARAPLEGI
1.   Paraplegi merupakan Kehilangan gerak pada ekstrimitas bawah disebabkan adanya lesi di medulla spinali dimana hal tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan ekstremitas gerak.


Epidemiologi Paraplegia
Data epidemiologi dari berbagai negara  menyebutkan bahwa angka kejadian cidera medulla spinalis sekitar 11,5-53,4 kasus per 100.000 penduduk per tahun.

Penyebab Paraplegia
1.      Cedera medulla spinalis. Akibat kecelakaan
2.      Kista / tumor, siringomielina, meningioma, sarcoma, tumor metastase
3.      Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis, herpes zoster.
4.      Kelainan tulang vertebrae : kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat.
Arthritis degenerative adalah terbentuknya penonjolan tulang yang tidak beraturan atau taji tulang yang bisa menekan akar saraf.
5.      Hematoma spinalis       

Komplikasi yang dapat terjadi meliputi  :


·         Kejang ditimbulkan dari ketidakseimbangan antara fasilitas dan hambatan yang mempengaruhi neuron keluar dengan normal. Daerah distal medulla yang mengalami cedera dan lesi menyebabkan terjadinya gangguan penghubung dari lokasi pusat hambatan yang lebih tinggi di otak. Infeksi dan sepsis dari berbagai sumber meliputi : saluran kemih, saluran pernapasan, dekubitus.
Perbedaan Kuadriplegi, Paraplegia, Tetraplegia, paralisis dan parese
·         Kuadriplegik mengacu pada kehilangan gerakan dan sensasi pada keempat ekstrimitas dan badan yang dikaitkan dengan cedera pada medulla spinalis servikalis.
·         Paraplegia mengacu pada kehilangan gerak dan sensasi pada ekstrimitas bawah dam semua atau sebagian badan sebagai akibat cedera pada torakal, medulla spinalis lumbal atau pada radiks sacral.
·         Paralysis merupakan hilangnya kekuatan untuk memindahkan bagian tubuh berhubungan dengan injury atau penyakit pada saraf yan mengatur otot dalam melakukan perpindahan atau pergerakan pada tubuh. Masalahnya terletak pada saraf yang mengatur otot.
Tingkat keparahan paralisis dibagi menjadi 2 :
Plegia : kehilangan kekuatan, benar-benar paralisis
Paresis : kelemahannya yang berarti pada otot yang terkena
Macam-macam kelumpuhan :
Monoplegia/monoparesis
Hemiplegia/hemiparesis
Paraplegi/paraparesis à kerusakan torakal, lumbal, sakral
Tetraplegi/tetraparesis = quadripleg/paresis = diplegia pada kerusakan servical
·      Paraparese adalah kelemahan tonus otot pada ekstrimitas bawah
·      Tetraparese adalah kelemahan tonus otot melibatkan salah satu segmen servikal medulla spinalis dengan disfungsi kedua lengan dan  kedua kak
Temuan fisik pada penderita plegia atau kelumpuhan akan bervariasi, tergantung pada tingkat cidera, derajat syok spinal dan fase serta derajat pemeriksaan :
C1-C3 : kehilangan fungsi pernafasan/ system muskuloskeleta
C4-C5: dengan kerusakan menurunnya kapasitas paru ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari
C6-C7 : dengan beberapa erakn tangan dan lengan yang memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari
C8 : keterbatasan menggunakan jari tangan. Meningkatkan kemandiriannya
C1-L1 : paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi.  otot intercosta dan abdomen masih baik.
L1-L2 dan atau dibawahnya : kehilangan fungsi motorik dan sensorik. Kehilangan fungsi defekasi dan berkemih
Pemeriksaan Penunjang & Diagnostik


Penatalaksanaan  cedera medula spinalis fase akut :
1.      Hipotermia
Penyebaran hipotermia ke dareah cedera untuk mengatasi kekuata autodestruktif
2.      Tindakan pernafasan
Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2 arteri tinggi.
Anoksemia dapat menimbulkan atau memperburuk defisit neurologik
3.      Traksi dan reduksi skelet
Immobilisasi, reduksi dislokasi dan stabilisasi kolum vertebra
4.      Farmakoterapi
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi 
5.      Intervensi bedah
Pembedahan diindikasi bila :
Deformitas pasien tidak dapat dikurangi dengan traksi tidak ada kestabilan tulang servikal
Cedera terjadi pada daerah toraks atau lumbal
Status neurologik pasien memburuk

Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medula spinalis akibat cedera/trauma
Elektromyograpi test (EMG) adanya perubahan gambaran EKG dapat membntu menentukan lokasi lesi, apakah di sel kornu anterior, saraf perifer atau di ototnya sndiri. Serum Elwktrolit terutama kalium dan kalsium. Kadar kalium yg kurang akan meninggikan kepekaan motor end plate (komponen LMN) shg titik depolarisasi menjd tinggi dan muatan listrik sukar dilepaskan. Dalam keadaan ini serabut otot tidak dpt dikontraksikan, sehingga otot menjadi paralisis( lumpuh). Bila kekurangan kalsium akan merendahkan ambang lepas muatan motor end plate dan serabut otot mudah terstimulasi. Shg otot akan berkonstraksi terus menerus (tetani)
Biomekanika Biomekanika trauma utama di segmen thorakal medula spinalis adalah akibat hiperfleksi, sementara fleksi dan hiperekstensi merupakan gambaran utama cedera di segmen servikal medula spinalis
Macam RP dan RF
1.      Refleks Patologis
Pada kelumpuhan lower motor neuron (LMN) tidak menunjukkan reflek patologis sedangkan pada kelumpuhan Upper Motor Neuronmenunjukkan refleks patologis.
a. Reflek Superficial
1. Reflek Kulit Dinding Perut
Kulit dinding perut digores dengan ujung gagang palu refleks atau ujung kunci. Refleks kulit dinding perut menghilang pada lesi piramidalis. Hilangnya refleks ini yang berkombinasi dengan meningkatnya refleks otot dinding perut adalah khas bagi lesi di susunan piramidal.
2. Reflek Kremaster dan Reflek Skrotal
Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci terhadap kulit bagian medial akan dijawab dengan elevasi testis ipsilateral. Refleks kremaster menghilang pada lesi di segmen L I – II, juga pada usia lanjut.
3. Reflek Gluteal
Refleks ini terdiri dari gerakan reflektorik otot gluteus ipilateral bilamana digores atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu refleks. Refleks gluteal menghilang jika terdapat lesi di segmen L IV – S I.
4. Reflek Anal Eksterna
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan penggoresan atau ketukan terhadap kulit atau mukosa daerah perianal.
5. Reflek Plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan ekstansi serta pengembangan jari – jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.
b. Reflek Patologik
Reflek patologik yang sering diperiksa di dalam klinik ialah “Ekstensor Plantar Response” atau tanda Babinski.
Metode-metode Perangsangan :
1. Refleks Chaddock
Penggoresan terhadap kulit dorsum pedis pada bagian lateralnya atau penggoresan terhadap kulit di sekitar malcolus eksterna.
2. Refleks Oppenheim
Pengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os. telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os. tibia atau pengurutan itu dilakukan dengan menggunakan sensi interfalangeal jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang mengepal.

3. Refleks Gordon
Cara membangkitkan Ekstensor Plantar Response ialah dengan menekan betis secara keras.

4. Refleks Scaeffer
Cara membangkitkan respon tersebut adalah dengan menekan tendon Achilles secara keras.

5. Refleks Gonda
Respon patologik tersebut diatas timbul pada penekukan (plantar fleksi) maksimal dari jari kaki keempat.
6. Refleks Bing
Dibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal kelima.

2.      Refleks Fisiologi
·         Reflex kulit perut : kontraksi dinding otot perut
·         Reflek kornea : kedipan mata secara cepat
·         Reflek cahaya : kontraksi pupil (hololateral dank onlateral)
·         Reflek periost radialis : fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi
·         Reflek periost urinaris : pronasi tangan
·         Stretch reflek (muscle spindle reflek)
a.       Knee pess reflek : ekstensi tungkai disertai kontraksi otot quadrisep
b.      Achilles pess reflek : plantar fleksi pada siku dan kntraksi gastronemus
c.       Reflek biseps : fleksi lengan pada siku dan kontraksi otot bisep
d.      Reflek trisep : ekstensi lengan dan kontraksi otot trisep


 
ASKEP
A.    Kekuatan Otot
No
Tingkat Fungsi Otot
Skala
Nilai
% Normal
Skala Lovett
1
Tidak ada bukti kontraktilitas
0
0
0 (nol)
2
Sedikit kontrakilitas, tidak ada gerakan
1
10
T (Trace/sedikit)
3
Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (pasif)
2
25
P (Poor/buruk)
4
Rentang gerak penuh dengan gravitasi
3
50
F (Fair/sedang)
5
Rentang gerak penuh, melawan gravitasi, beberapa retensi
4
75
G (Good/baik)
6
Rentang gerak penuh , melawan gravitasi, retensi penuh
5
100
N (Normal)



B.     Sistem neurologis
No
Kategori Pengkajian
Rasional
1
Tentukan apakah klien menonsumsi analgesic, antipsikotik,antidepresan,stimulant serabut saraf
Obat-obatan ttersebut dapat mempengaruhi tingkat perubahan perilaku
2
Kaji apakah klien menggunakan alkohol.hipnotik sedative
Penyalahgunaan dapat menyebabkan tremor, aaksia dan perubahan fungsi saraf perifer

C.     Pengkajian psikososial
-          Mendengarkan kekuatiran yang diungkapkan
-          Mengalami keadaan ini pada fase adaptasi à grieving process, penyangkalan, marah, menawar, depresi, menerima
D.    Inspeksi
-          Inspeksi pada semua daerah kulit à kemerahan /kerusakan kritis
-          Pengembangan program defekasi dan berkemih
 Diagnosa Keperawatan
1. pola nafas tidak efektive berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot abdominal dan intercostal serta ketidak mampuan membersihkan sekresi.
2. kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik
3. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensorik dan mobilitas.
4. gangguan eliminasi urin : retensio urin berhubungan dengan ketidak mampuan berkemih spontan
5. gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan atonik kolon
NIC :
1.      Meningkatkan mobilitas
·      Aktivitas Pembebanan benda berat akan membuat otot makin cepat kuat, sehingga makin sedikit kemungkinan terjadi atrofi. Makin dini pasien diposisikan berdiri,maskin kecil kesempoatan adanya perubahan osteoporitik yang terjadi pada tulang panjang.
·      Program latihan pada bagian bagian tubuh yang tidak terkena untuk mengoptimalkan kekuatan dan meningkatkan perawatan diri yang maksimal, misal dengan push-up dengan posisi telengkup dan sit-u bila posisi duduk.
·      Mobilisasi bisa dengan mengembangkan kursi roda yang menggunakan mesin motor dan khusus dilengkapi dengan mobil gerbong, yang berkontribusi terhadap kemandirian pasien yang tinggi.
     Meningkatkan Integritas Kulit. Faktor-faktor yang berkontribusi antara lain kehilangan sensori permanen terhadap daerah tekan, imobilisasi yang membuat kesukaran dalam menurunkan tekanan, trauma akibat benturan ( terhadap kursi rodam toilet), kehilangan fungsi pertahanan pada kulit karena ekskoriasi kulit akibat inkontinensia urin dan fekal. Aktivitasnya meliputi ;
·      Pasien diminta meminta memantau status kulitnya sendiri di pagi dan malam hari
·      Melakukan perubahan posisi setiap 2 jam
·      Diet tinggi protein, vitamin dan kalori untuk menjamin kebutuhan otot minimal dan mempertahankan kesehatan kulit
3.      Memperbaiki penatalaksanaan berkemih, dengan :
·      Perawat menekankan pentingnya mempertahankan aliran urin yang adekuat melalui pemberian asupan cairan sekitar 2,5 liter setiap hari
·      Melakukan perawatan perinial
·      Pemasangan dan perawatan kateter secara maksimal
4.      Menetapkan Kontrol defekasi
Teknik ini dipertimbangkan dalamcedera medulla spinalis di bagian atas segmen sacral atau akar saraf dan disana terdapat aktivitas reflex, maka sfingter anus dapat dipijat untuk menstimulasi defekasiyang dilakukan setiap 48 jam  setelah makan
5.      Mekanisme Koping dengan :
·      Peran perawat dalam meyakinkan kemapuan mereka terhadap pencapaian perawatan diri yang mandiri
·      Memberikan konseling keluarga terkait dukungan social pada pasien
6.      Mengatasi Komplikasi
·      Kejang otot dapat diatasi dengan pemberan obat antispasodik. Selain itu bisa dengan latihan ROM pasif dan sering mengubah posisi yang akan mencegah terjadinya kontraktur dan dekubitus
·      Infeksi dapat diterapi dengan antibiotic yang adekuat .
Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.Terdapat 5 sindrom utama cedera medula spinalis yaitu : inkomplet menurut American Spinal Cord Injury Association yaitu : (1) Central Cord Syndrome, (2) Anterior Cord Syndrome, (3) Brown Sequard Syndrome, (4) Cauda Equina Syndrome, dan (5) Conus Medullaris Syndrome. Lee menambahkan lagi sebuah sindrom inkomplet yang sangat  jarang terjadi yaitu Posterior Cord Syndrome. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera. Sebagian besar kasus Central Cord Syndrome menunjukkan hipoisointens pada T1 dan hiperintens pada T2, yang mengindikasikan adanya edema Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas dibanding ektremitas bawah. Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas neurologik permanen.
Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah paralisis atau plegia merujuk pada kehilangan total kontraktilitas otot. Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total disebut paresis. Hemiplegia adalah kelumpuhan pada salah satu lengan dan kaki pada sisi yang sama. Di batang otak, daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf otak ke-3, ke-6, ke-7, dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf otak secara khas dan dinamakan hemiplegia alternans. Sebagai contoh pada pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi, menunjukkan adanya tekanan pada saraf ke-3. Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai pada medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Lesi pada korda spinalis dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit, mempengaruhi semua bagian dari korda pada satu tingkat tertentu, sehingga mengakibatkan:
  • paralisis UMN bilateral dari bagian tubuh di bawah tingkat lesi
  • kehilangan modalitas sensasi bilateral di bawah tingkat lesi
  • kehilangan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual secara total.
Yang lebih sering terjadi adalah lesi inkomplit, yang dapat terjadi dalam 2 kondisi. Lesi mempengaruhi seluruh bagian korda dalam satu tingkat, tetapi tidak menghentikan secara total fungsi traktus asendens dan desendens.


readmore »»