askep skizofrenia
Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem
dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan
aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan
akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor
dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Hipotesis/teori
tentang patofisiologi skizofrenia :
a. Pada
pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b. Hiperdopaminegia
pada sistem meso limbikà
berkaitan dengan gejala p[osistif
c. Hipodopaminergia
pada sistem meso kortis dan nigrostriatalà
bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.
Jalur
dopaminergik saraf :
a. Jalur
nigrostriatal : dari substansia nigra ke basal gangliaà fungsi gerakan, EPS
b. Jalur
mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbik à memori, sikap, kesadaran, proses
stimulus.
c. Jalur
mesokortikal : dari tegmental area menuju ke frontal cortex à kognisi, fungsi sosial, komunikasi,
respons terhadap stress.
d. Jalur
tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary à pelepasan prolaktin.
Terdiri
dari 3 fase :
a. Premorbid
: semua fungsi masih normal
b. Prodomal
: simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas, gangguan tidur,
curiga). Pada fase ini,
individu mengalami kemunduran dalam fungsi- fungsi mendasar ( pekerjaan dan
rekreasi) dan muncul symptom nonspesifik seperti gangguan tidur, ansietas,
konsentrasi berkurang, dan deficit perilaku. Simptom positif seperti curiga
mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati menjadi
fase psikosis.
c. Psikosis
:
· Fase Akut : dijumapi gambaran psikotik yang jelas, misalnya waham,
halusinasi, gangguan proses
piker, pikiran
kacau. Simptom
negative menjadi lebih parah sampai tak bisa mengurus diri. Berlangsung
4 – 8 minggu
·
Stabilisasi : 6 – 18 bulan
·
Stabil : terlihat residual, berlangsung
2- 6 bulan
Gejala
skizofrenia:
a. Gejala
positif
- Delusi/waham, yaitu
keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi
lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal,
berkeyakinan bahwa
radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang
berlebihan.
- Halusinasi, yaitu
mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut
bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
- Pikiran paranoid,
yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang
berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk
asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
b.
Gejala negatif
- Motivasi rendah (low
motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan.
Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa
dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah.
- Menarik diri dari
masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan untuk
berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
c. Gejala kognitif
- Mengalami problema
dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa
mendengarka n musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit
mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
- Tidak dapat
berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga
selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
- Miskin perbendaharaan
kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa
apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.
Gejala skizofrenia juga dibagi menjadi 5 gejala :
a.
Gejala
positif
b.
Gejala
negative
c.
Gejala
kognitif
d.
gejala alam perasaan
e.
disfungsi sosial/ okupasional
2. Prinsip
perawatan halusinasi
a. Bantu
pasien mengenal halusinasi :
·
Bina hubungan saling percaya
·
Diskusikan kapan muncul situasi yang
menyebabkan, isi dan frekuensi
b. Meningkatkan
kontak dengan realita :
·
Bicara tentang topik yang nyata dan
tidak mengikuti halusinasi
·
Bicara dengan klien secra sering dan
singkat
·
Buat jadwal kegiatan sehari – hari untuk
menghindari kesendirian
·
Ajak bicara jika klien tampak berhalusinasi
c. Bantu
menurunkan kecemasan dan ketakuatan :
·
Temani, cegah isolasi dan menarik diri
·
Terima halusinasi klien tanpa mendukung
dan menyalahkan
·
Beri kesempatan untuk mengungkapkan
·
Tetap hangat, empati, kalem dan lemah
lembut
d. Meningkatkan
harga diri pasien :
·
Identifikasi kemampuan klien dan beri
kegiatan yang sesuai
·
Beri kesempatan sukses dan beri pujian
atas kesuksesan klien
·
Dorong berespon pada situasi nyata
e. Mencegah
klien melukai diri sendiri dan orang lain :
·
Lakukan perlindungan
·
Kontak yang sering secara personal
f. Ajarkan
program pengobatan secara optimal
g. Menciptakan
lingkungan yang terapeutik
h. Melaksanakan
program terapi
i.
Memberikan aktivitas
j.
Libatkan keluarga
Dalam jurnal review yang berjudul Making Sense of The Voice oleh Richard
Lakeman menyebutkan bahwa pendampingan perawat lebik baik daripada hanya
pemberian obat. Perawat perlu mengetahui faktor predisposisi dan presipitasi
halusinasi serta menjaga mood pasien.
3. Penatalaksanaan
skizofrenia dan halusinasi
a) Terapi
Somatik (Medikamentosa)
Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi
pada Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini,
yaitu :
·
Antipsikotik Konvensional merupakan obat
antipsikotik yang paling lama penggunannya. Walaupun sangat efektif,
antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
·
Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat
yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda,
serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional.
Beberapa contoh newer
atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
· Risperdal (risperidone)
· Seroquel (quetiapine)
· Zyprexa (olanzopine)
·
Clozaril
Clozaril
dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Namun, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat
menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Oleh karena
itu, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya
secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling
sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Cara
penggunaan
a. Pemilihan
jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
b. Apabila
obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.
c. Apabila
dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu
yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang.
d. Dalam
pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4
minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6
jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam
dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis
malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
e. Mulai
dosis awal dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari, sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan, dosis optimal, dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi), diturunkan setiap 2 minggu, dosis maintanance, dipertahankan 6
bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu), tapering off
(dosis diturunkan tiap 2-4 minggu), stop.
f. Pada
penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual
muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet
trihexypenidil)
b) Terapi
Psikososial
·
Terapi perilaku dengan menggunakan
hadiah dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.
Perilaku adaptif didorong dengan pujian. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
·
Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat
berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi
parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah
periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang
terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 %
dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
·
Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam
kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
·
Psikoterapi individual
Penelitian tentang efek
psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa
terapi individual membantu dan menambah
efek terapi farmakologis. Peran tenaga medis antara lain dengan perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan. Namun kehangatan yang
berlebihan tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
·
program rehabilitasi : living skills,
social skills, basic education, work program,supported housing
Sasaran terapi:
bervariasi, berdasarkan fase dan keparahan penyakit
·
Pada fase akut : mengurangi atau menghilangkan
gejala psikotik dan meningkatkan fungsi
·
Pada fase stabilisasi: mengurangi resiko
kekambuhan dan meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat
c) Perawatan
di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama
perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi,
keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Elektro
Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Frekuensi
dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
· 2-4 hari berturut -
turut 1-2 kali sehari
· 2-3 kali seminggu
pada keadaan yang lebih ringan
· Maintenance tiap 2-4
minggu
· Dahulu sebelum jaman
psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.
Indikasi
pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena
alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik.
Kontra
indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,
penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot
pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak
adalah tumor otak.
d) Terapi
koma insulin pada skizofrenia paranoid dan katatonik.
e) Penatalaksanaan
relapse
Penyebab: tidak patuh
dalam pengobatan, dosis obat, psikososial (masalah di rumah, akses pelayanan
kesehatan), penyalahgunaan alkohol dan obat.
Pasien menolak secara
aktif / pasif dengan menyimpan, membuang obat dan ragu saat menerima obat
karena : keparahan penyakit, efek samping yang menganggu, kurangnya dukungan,
ikatan terapeutik yang buruk, masalah keuangan.
Penanganan :
keterlibatan dengan keluarga dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya,
menepati jadwal pertemuan sebelumnya.
f) Kombinasi
obat tipikal dan atipikal
Sebelum mendapat obat anti psikotik yang tepat, pasien mencoba beberapa
jenis obat antipsikotik. Dari dosis rendah sampai dosis optimal. Kalau tidak
mendapatkan kecocokan maka dilakukan kombinasi obat antipsikotik. Sebagai
contoh antipsikotik konvensional dengan atipikal, dan lain – lain.
g) Terapi
efek samping :
·
Benzodiazepin digunakan pada fase akut
untuk mengatasi agitasi, insomnia, kecemasan, akatisia.
·
Beta blocker untuk mengatasi akatisia
·
Antidepresan untuk mengatasi gejala –
gejala depresif
·
Antikholinergik untuk mengatasi efek
samping karena antipsikotik. Mengatasi gejala psikotik yang refrakter, komorbid
/ gejala non psikotik seperti agitasi, kecemasan dan depresi.
·
Lithium untuk menstabilkan mood dan
mengurangi kegelisahan
·
Valproate dan Carbamazepine untuk meningkatkan
mood dan membantu menurunkan agitasi persisten
4. Epidemiologi
skizofrenia di indonesia
Prevalensi penderita skizoprenia di dunia sekitar
0,2 – 2 % populasi. Insidensi di dunia sebanyak 3/10.000. Prevalensi di
indonesia 1 – 2 %. Mula terjadinya biasanya pada masa akhir remaja atau awal
dewasa, jarang terjadi pada sebelum remaja atau setelah umur 40 tahun. Angka
kejadian pada wanita sama dengan pria, tetapi onset pada pria umumnya lebih
awal (♂: 15-24 th; ♀: 25-35 th) lebih banyak gangguan
kognitif dan outcome yang lebih jelek daripada wanita. Prevalensinya 8 x lebih
besar pada tingkat sosial ekonomi rendah daripada tinggi.
Data di RS Sardjito tahun 2006 menyebutkan pasien
skizofrenia sebanyak 273 orang dengan jumlah rata- rata setiap bulan 13 orang.
Sekitar 80% penderita skizofrenia akan mengalami perjalan penyakit kronis dan
berisiko untuk kambuh. Pasien skizofrenia, psikosis maupun gangguan mental
berat yang gagal dalam mematuhi program pengobatan sebanyak 25%.
5. Skrining
skizofrenia
a. skrining
skizofrenia :
·
menemukan kepribadian
·
pengukuran behavioral
·
pengukuran fisiologis dengan neurometris
·
brain activity
b.
pencegahan :
·
Organobiologis : orang normal tidak
menikah dengan orang dengan riwayat skizofrenia.
·
Psikoreligius : pendidikan agama yang
baik pada anak
·
Psikososial: membentuk kehidupan
keluarga yang harmonis
·
Psikoedukasi : orangtua menjadi contoh
yang baik untuk anaknya
6. Cara
anamnesa dan penegakan diagnosis
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang
amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang
jelas :
(a)
- “Thought echo” : isi pikiran
dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan
isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran
yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
(b) - “delusion of control” : waham tentang
dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya
tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”:
secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran,
tindakan atau penginderaan khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang
tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
atau mukjizat;
(c)
Halusinasi auditorik :
-
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
-
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
-
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d)
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau
paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e)
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
(f)
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
(g)
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan
stupor;
(h)
Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah
berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten
dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek
perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
7. Askep
a. Pengkajian
1) Faktor
predisposisi : faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
(a) Faktor
biologis, contoh : abnormalitas menyebabkan respon maladaptif (lesi pada area
limbik)
(b) Faktor
psikologis : teori psikodinamika menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena
isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadap
konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi
merupakan gambaran dan rangsanagn keinginan dan ketakutan gangguan dialami
klien.
(c) Faktor
sosial budaya : stress yang bertumpuk
2) Faktor
presipitasi, bisa berasal dari diri sendiri, lingkungan/interaksi dengan orang
lain.
(a) Biologis,
stresor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif.
(b) Stresor
lingkungan : gangguan perilaku
3) Data
demografi : nama, usia, jenis kelamin, alamat rumah, pekerjaan, status
pernikahan
4) Riwayat
penyakit sekarang : keluhan utama, alasan masuk RS
5) Riwayat
penyakit masa lalu : kejang, trauma kepala, infeksi
6) Riwayat
keluarga : anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
b. Diagnosa
keperawatan
1) Gangguan
persepsi sensori
Definisi :
keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau pola
stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respons terhadap stimulus tersebut
yang dihilangkan, dilebihakan, disampingkan, atau dirusakkan.
Batasan
karateristik :
·
Distorsi pendengaran
·
Perubahan pola komunikasi
:teriak – teriak, komat kamit, bicara sendiri
·
Perubahan pola perilaku :
mondar mandir, keluyuran
·
Halusinasi
·
Gelisah
Faktor yang
berhubungan :
·
Ketidakseimbangan biokimia
untuk distorsi sensori : halusinasi
·
Perubahan persepsi sensori
NOC :
·
Kemampuan kognitif : kemampuan untuk
menghilangkan proses mental yang kompleks
·
Pengendalian distorsi pikir : kemampuan
menhan diri dari gangguan persepsi, proses pikir dan isi pikir.
·
Penghematan energi : tingkat pengelolaan
energi secra aktif untuk melakukan dan mempertahankan aktivitas.
2) Impaired
memory
3) Hambatan
komunikasi verbal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar